Minggu, 26 Desember 2021
Saya Bertanya, Sekaligus Klarifikasi
Jumat, 03 September 2021
Ikut Challenge, Elma Malewa Berdonasi 1000 Masker untuk Almamaternya
Melalui informasi media sosial, salah satu perusahan multinasional, Aice Indonesia, melaksanakan challenge untuk melakukan pembagian donasi masker kesehatan ke kelompok masyarakat yang direkomendasikan, dalam rangka pencegahan covid-19, yang masih mewabah.
Dalam challenge tersebut, peserta diminta untuk mengunggah video atau foto tentang deklarasi atau ajakan memakai masker. Para peserta diminta untuk membuat tagline tentang pentingnya memakai masker tersebut.
Adalah Elma Malewa, sapaan akrab dari pemilik nama lengkap Erma Suryanti, ditunjuk menjadi salah seorang pemenang oleh pihak penyelenggara, Aice Indonesia. Sehingga berhak mendonasikan 1000 buah masker kesehatan kepada kelompok masyarakat yang telah direkomendasikan sebelumnya.
Dalam unggahan instagramnya, Elma Malewa, telah merekomendasikan Ponpes K.H. Muhammad Dahlan, untuk menerima donasi tersebut.
"Awalnya saya akan merekomendasikan beberapa sekolah di kecamatan Tompobulu, tetapi, karena harus menunjuk satu kelompok masyarakat dalam 1 komunitas saja, maka, saya memilih ponpes tersebut," ungkapnya saat dimintai konfirmasi.
"Saya memilih ponpes K.H. Ahmad Dahlan, selain karena dekat lokasi tempat tinggal saya, juga tak lain merupakan almamater tempat saya dulu menimba ilmu," lanjutnya memberikan penjelasan.
Ponpes K.H. Ahmad Dahlan, merupakan salah satu lembaga pendidikan yang ada di kelurahan Ereng-Ereng, dengan membina tiga tingkatan.
"Ya, jumlah penerima donasi di ponpes tersebut, lumayan banyak. Karena ada tingkatan sekolah yang dibina, selain pegawai dan tenaga pendidik ya tentu saja." Imbuh, ibu 3 orang putra ini.
Sementara itu, pihak ponpes, sangat terharu dan berterima kasih atas donasi yang yang telah diterima, pada hari Kamis, 02 September 2021
"Kami, mengucapkan terima kasih atas rekomendasi dan donasi dari salah seorang alumni kami," ujar ustadz Nawir, pimpos K.H. Ahmad Dahlan.
Setelah menerima donasi, dari jasa pengiriman paket, pihak pondok pesantren, langsung membagikan ke seluruh peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan.
Minggu, 08 Agustus 2021
Karti Sang Pembeda
Kini, rasa penasaran saya sudah terjawab, pada isi buku yang bersampul merah maron tersebut. Novelet yang mengambil latar masa kolonial Belanda, ditulis begitu sangat apik. Meski hanya sebuah novelet, tapi diceritakan dengan begitu lugas.
Sebagaimana disebutkan, bahwa kehidupan sang tokoh terjadi setelah kehidupan max Havelaar atau Multatuli. Kemudian berakhir pada tahun 1879. Tepat saat Kartini lahir (hal. 1)
Pada tahun-tahun perjalanan kehidupan Karti, si tokoh utama, sedang berlangsung politik etis yang diterapkan oleh pemerintah Hindia-Belanda pada bangsa-bangsa jajahannya.
Meski demikian, tidak semua orang dapat merasakan politik etis tersebut. Jelata yang telanjur menjadi budak, selamanya menjadi budak. Sementara bagi kaum priyayi, bangsawan, hanya kaum Adam saja yang bisa merasakan politik balas budi atas kebijakan ratu Wilhelmina itu. Sedangkan kaum hawa, seperti rakyat kebanyakan. Terutama yang masih mempertahankan adat budaya Jawa yang kental. Masih tabu jika perempuan berpendidikan tinggi. Dianggap melawat adat dan merusak tatanan yang sudah ada.
Setelah menginjak usia remaja, para putri bangsawan harus menjalani masa-masa dipingit. Tinggal di dalam kamar, hingga datang calon suami yang akan menjemput mereka untuk diperistri.
Demikian halnya yang berlaku pada Karti. Ketika usianya sudah menginjak usia 17 tahun, artinya, ia sudah memasuki masa untuk dipingit. Bahkan, masa itu telah dijalaninya sejsk usia 12 tahun.
Tapi, keinginannya untuk bebas berinteraksi seperti para pria, bersekolah hingga ke Nederland, membuatnya berontak. Di dalam kamarnya, ia selalu merasa gelisah, karena masa-masa itu telah menyiksa batinnya.
Meskipun kata hatinya hanya bisa ia ungkapkan kepada kakak laki-lakinya serta Everdine dan Van Edeen yang merupakan teman sekolahnya di ELS. Sementara sebangsanya kaum hawa, ia sama sekali tak mendapat dukungan. Hanya satu yang mendukungnya untuk keluar dari tatanan yang dianggap penjara emas itu. Ialah ibunya, ya ibu kandungnya. Yang hanya menjadi istri yang tak dianggap keberadaannya oleh suaminya, karena bukan dari keturunan bangsawan.
Novelet yang terdiri dari dua bagian ini, menceritakan sosok Karti ketika berada di Neraka Emas dan Neraka Besi.
Neraka Emas sendiri merupakan istilah bagi kehidupan yang dijalani oleh Karti saat masih dalam pingitan ayahandanya. Sedangkan Neraka Besi, situasi yang dialami oleh Karti saat nekat melarikan diri dari rumahnya. Yang menjumpai dan mengalami situasi yang tidak jauh berbeda dengan yang dialaminya saat berada di Neraka Emas
Tokoh Karti dalam novelet ini diceritakan sebagai perempuan yang tangguh, pemberani dan tak mudah menyerah. Meskipun nyawa sebagai taruhannya.
Hal tersebut dapat dilihat saat dia nekat melarikan diri, ketika malam persiapan acara pernikahan yang tak dikehendakinya dengan seorang bupati Rembang. Juga ketika bersembunyi di Batavia, menjadi buron ayahnya sendiri, ancaman dan gangguan-gangguan yang didapatkannya tak sedikit pun menyurutkan langkahnya, hingga pulang kembali ke rumahnya, menuruti nasihat Raden Mas Radityo, kakaknya.
Teror dan ancaman yang mengelilinginya tak membuatnya menyerah pada situasi, bahkan kehilangan seorang teman yang memercayainya selama ini sekalipun, tak menyurutkan langkahnya. Tujuannya hanya satu, memperoleh hak-hak yang sama dengan kaum perempuan di luar sana. Seperti sosok perempuan-perempuan yang menjadi inspiratornya, Pundita Ramabai, pejuang wanita dari India, Sri Ratu Wilhelmina, seorang perempuan kekasih Dewa, dan Mathilda Newport, Joan of Arch dari Liberia. (hal. 9)
Dia memang perempuan yang lembut, tapi tak membuatnya menjadi manja, tekadnya telah bulat, cita-citanya untuk memajukan kaum perempuan sudah diyakini sepenuhnya dalam hatinya. Seperti pesan terakhir ibunya sebelum mereka berpisah. "Perempuan Hindia Belanda harus menyadari kebodohannya." (hal. 30)
Dalam buku yang ditulis oleh Mayon Sutrisno pada 2001 ini, menggambarkan pula keadaan pribumi hidup di masa kolonial, menjadi sapi perah bagi bangsa penjajah di satu sisi, juga menjadi budak bagi tuan tanah bagi para penguasa setempat, yang tunduk pada pemerintahan kolonial.
Memang novelet ini cukup ringkas untuk menceritakan seluruh kehidupan Karti, hingga ia menggapai cita-cita yang diperjuangkannya. Tapi, bisa menjadi referensi bagi generasi yang hidup di zaman ini, bahwa selain R.A. Kartini yang lazim didengar dan diperingati setiap tahunnya, ternyata ada perempuan lain yang juga bisa menjadi inspirasi.
Pertanyaan saya setelah membaca novelet ini, benarkah Karti, tokoh yang nyata? Atau ia hanya fiktif belaka? Seandainya ada buku biografinya yang lebih lengkap dari novelet ini. Sungguh saya penasaran ingin membacanya.
Judul: Hidupku Sesudah Max Havelar- Neraka Emas Neraka Besi
Penulis: Mayon Sutrisno
Penerbit: Progress, Jakarta
Tahun : 2001
Halaman: VI, 101 hal, 23 cm.