Senin, 20 Maret 2017

BUYA HAMKA, AYAH YANG HEBAT



Judul                : Ayah... Kisah Buya Hamka
Penulis             : Irfan Hamka
Penerbit           : Republika
Tahun               : 2013
ISBN               : 978-602-8997-71-3
Halaman          : xxvii+321

Ayah adalah putera Syekh Abdul Karim,seorang ulama yang cukup terkenal di Sumatera. Kami biasa memanggil Syekh Abdul Karim dengan sebutan Innyiak Doktor. Ibunya bernama Shaffiah. Ayah merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Sebagai anak seorang ulama, beliau pun dicita-citakan oleh ayahnya menjadi seorang ulama. Untuk itu, selain bersekolah di Sekolah Desa, Innyiak Doktor memasukkan ayah ke sekolah pendidikan agama yaitu diniyah.

Haji Abdul Karim Amrullah atau masyhur dengan panggilan Buya Hamka tidak hanya hebat bermain silat dan disebut seorang pendekar. Tetapi kehebatannya pun dalam berbagai bidang kehidupan yang membuat dirinya tercatat sebagai tokoh nasional.
Dalam keluarga, beliau mendidik anak-anaknya dengan penuh dedikasi yang tinggi. Kepemimpinannya dalam keluarga dijalankan dengan penuh ketegasan, tapi juga dengan lemah lembut. Misalnya, bagaimana cara beliau menegur anaknya yang berbuat salah, seperti yang diceritakan penulis buku ini.
Kehebatan Buya Hamka dalam bidang keagamaan pun tak diragukan. Lahirnya  tafsir al-Azhar, serta berbagai buku pemikiran, tasawuf menjadi bukti akan kehebatan beliau.
Dalam bidang kesusastraan, beliau tidak ketinggalan. Novel-novel yang menggugah dan masyhur hingga hari ini lahir dari tangan sang Ayah. Itulah sebabnya juga digelari ulama sekaligus sastrawan.
Kehebatannya juga dibuktikan sikap hidupnya berhubungan kepada sesama mahluk Allah SWT.  Buya Hamka tetap memaafkan Pramoedya Ananta Toer yang telah memusuhi dan memfitnahnya melakukan plagiat atas karya novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk. Begitu pula terhadap Soekarno, presiden pertama Indonesia, yang telah memenjarakannya. saat wafatnya, Buya Hamka tetap mau menjadi imam salat jenazah Bung Karno.
Sang Buya pun menebar cinta kasihnya atas makhluk Allah yang lainnya, baik itu kepada binatang maupun bangsa jin. Sebagaimana dikisahkan dalam buku ini pada bagian Ayah berdamai dengan jin dan Si kuning, kucing kesangan ayah.
Saya yakin semua kehebatan beliau, karena kecintaannya terhadap buku, sejak masih belia, senantiasa membaca berbagai jenis buku dari berbagai gendre dengan mengunjungi taman baca di kampungnya. Juga persentuhannya bersama tokoh-tokoh pemikiran baik dalam maupun luar negeri saat itu.
Penggunaan bahasa yang ringan, lugas dan mengalir  menjadi daya tarik terhadap buku ini. Penyajian cerita dengan alur maju mundur, menambah kelebihan buku ini. Peletakan kisah masa kecil Buya Hamka tidak diletakkan di bab pertama, tetapi sebaliknya, ia diletakkan di bagian-bagian terahir. Sehingga pembaca akan merasa penasaran dengan kisah kecil Buya Hamka, kisah keluarganya dan gemblengan ayahnya. Sehingga  beliau bisa tumbuh menjadi sosok Ayah yang hebat.
Konsistensi penggunaan ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar belum terjaga. Hal ini terlihat dari penggunaan huruf kapital setelah tanda Tanya dan tanda seru. Ada yang menggunakan huruf kecil adapula yang menggunakan huruf besar, menjadi kekurangan buku ini
Demikian pula dengan penggunaan kata “Ayah” yang dilekatkan pada Buya Hamka, huruf pertamanya selalu menggunakan huruf kapital (A) sementara pada bab Sembilan kata “ayah” (hal 230) tidak menggunakan huruf kapital sebagaimana pada kata “Ayah” sebelumnya.
Adapula cerita yang berulang, yang seharusnya tidak perlu lagi diceritakan kembali secara mendetail.
Buku ini memang tak lepas dari kekurangan, tetapi tidak sampai menutupi kelebihan yang tertulis di dalamnya. Sehingga penulis yakin, bahwa setelah membaca buku ini, para pembaca akan mendapatkan informasi yang lengkap tentang Buya Hamka, Ayah yang hebat tersebut.
 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar