Jumat, 22 Mei 2020

Liga Pabbuka Ramadan


Virus Corona atau Covid 19, menjadi pembicaraan yang paling viral sejak beberapa bulan belakangan ini. Semua kalangan, semua golongan. Bahkan kelompok usia paling dini pun sudah tahu melafalkan virus korona dengan fasih. Buktinya, anak saya yang kini usianya 4 tahun lebih, kerap menyebut-nyebut virus korona jika membujuk ingin ikut ke Takalar, ke kabupaten tempat saya bertugas "mauma ikut de Abi ke Takalar, kalau virus (lafadznya pake huruf p) korona sudah berhenti," demikian ucapnya. Meski saya tahu, bahwa anak saya itu belum paham apa-apa tentang makhluk ini.

Virus ini rentan, gampang mati hanya dengan paparan sinar matahari atau dengan bilasan sabun, meski demikian virus ini pun sangat ganas dan menular secara massif, efeknya sudah dirasakan di mana-mana dengan banyaknya korban yang ditelan. Di negara kita saja sudah puluhan ribu yang terjangkit. Banyak yang meninggal, dan yang masih dalam proses perawatan. Meski yang sudah sembuh, pun sudah banyak.
Covid 19 ini,  juga berimbas pada dunia ekonomi, pendidikan, budaya, sosial politik, dan agama.  Bahkan, mungkin seluruh aspek kehidupan telah kena dampaknya.
Tak pelak juga pada dunia olahraga. Banyak ajang event olahraga internasional, dibatalkan. Lebih tepatnya, diundur hingga tahun depan. Olimpiade Tokyo, Jepang. Perhelatan Piala Eropa dan Copa America, semua ditunda pelaksanaannya. Liga Spanyol, liga Italia, liga Inggris dan liga-liga besar di seluruh dunia, ditunda pertandingannya beberapa pekan. Selama wabah pandemi ini mengganas. Bahkan Liga sepakbola nomor 1 di Indonesia (Liga 1) mau tidak mau, harus ikut maunya si Covid 19. Ini semua dilakukan untuk menjaga jarak antara seseorang dengan yang lainnya. Agar penularan virus pandemi ini, bisa dihentikan penularannya. Akibat seringnya berdempetan, bejubel tidak mengindahkan jarak. Sebagaimana sepakbola, jenis olahraga yang banyak melibatkan orang, terutama penonton yang hadir di stadion. Jika tidak diambil kebijakan seperti itu, pasti virus ini makin susah dikendalikan.
Satu lagi perhelatan yang kena dampak Covid 19. Yaitu, Liga Pabbuka Ramadan. Liga antar menu/penganan berbuka puasa Ramadan.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, Liga Pabbuka Ramadan selalu semarak, meriah dan diapresiasi banyak kalangan. Update klasemen setiap hari muncul dan pemuncak klasemen selalu berubah-ubah. 
Semaraknya liga ini, karena setiap tahun ada saja peserta baru yang muncul, juga manajer baru yang bergabung. Tapi tetap kalah oleh pesohor yang sejak dulu sudah jadi penguasa. Sebut saja es buah, es cendol, es pisang ijo, es pallu butung, selalu berada di papan atas klasemen. Istilah liga premier Inggris big four. Disusul jalangkote, resoles, lesung pipi, roko-roko cangkuni dan bakwan masih berada di papan tengah. Sementara pisang goreng yang biasanya jadi favorit, berada di papan bawah klasemen. Meski tidak sampai terdegradasi.
Cerita agak berbeda tahun ini, Liga Pabbuka Ramadan, sepertinya libur secara tidak resmi. Komentator, pengamat hingga media yang selalu memberikan informasi teranyar klasemen liga ini, nyaris tak pernah muncul.
Ya, semua sibuk mengamati dan mengurus covid 19. Terlebih lagi jelang lebaran tahun ini, masih banyak yang bingung, bimbang dan mengalami tarik ulur. Antara membeli baju baru atau membeli masker baru saja. Antara ke pasar dan mall buat belanja atau tetap di rumah saja.
Pusat-pusat perbelanjaan pun masih kelihatan setengah-setengah. Setengah buka, stengah tutup. Akhirnya pelanggan yang akan membeli pakaian atau perlengkapan lebaran, harus antre. Jika tidak tahan dan sabar menunggu lama, lebih baik belok kanan ke rumah saja.
Mungkin, para pedagang ini masih patuh sama kebijakan pemerintah yang melarang orang untuk berkerumun, berkumpul dalam jumlah yang banyak, apalagi berdempet-dempetan. Sehingga belum mau sepenuhnya open store (bukan open house).
Kembali ke soal Liga Pabbuka Ramadan yang tahun ini tidak begitu ramai, nyaris tak ada liputan dari media. Kecuali siaran ulang dari tahun lalu yang diputar kembali. Tentu ini pun berimbas pada pemasukan para pemilik klub, penyewa stadion maupun sponsor (bagian ini, dibuat sok keren) 😀
Mungkin, karena kebijakan bekerja dari rumah, membuat banyak orang membuat pabbuka di rumahnya masing-masing. Dan tidak ada manajemen liga yang mendatanya. Sehingga liga itu hanya menjadi liga pabbuka di rumah saja. Dan Daeng Kepo yang biasanya sangat kepo, tahun ini, tidak kepo lagi soal pabbuka. 
Tapi, meski liga ini hampir tenggelam oleh pewartaan, kejadian heboh yang menimpa salah satu peserta liga, jalangkote. Membuat liga ini kembali jadi sorotan. Bahkan, jalangkote ini, masuk dalam nominasi peserta yang paling populer. Bukan karena banyaknya memenangkan pertandingan meja pabbuka, tapi karena salah seorang manajernya tiba-tiba menjadi tenar. Ketenarannya pun bahkan mendapat apresiasi hampir seluruh kalangan. Dari penonton biasa hingga pejabat pemerintah.
Laga super big match yang biasa dijumpai di ramadan-ramadan sebelumnya, tahun ini nyaris tak ada yang menggelar. Mobilitas massa pendukung pada laga-laga besar, tidak bisa kita jumpai ramadan kali ini. Paling banter 15-20 pendukung saja yang datang. Juga tanpa yel-yel. Bahkan senyum pun harus ditutupi oleh masker.
Siapakah pemuncak klasemen liga pappabuka tahun ini? Kita nantikan saja pengumuman dari fans masing-masing yang mengklaim favoritnya jadi kampiun.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar