Jumat, 27 Maret 2020

Co(n)rona

Setelah diumumkan secara resmi oleh presiden Joko Widodo, bahwa sudah ada warga negara Indonesia yang terpapar virus corona atawa diistilahkan covid 19. Jumlah orang yang terpapar virus tersebut, kian hari kian bertambah dengan istilah kasus yang berbeda. Ada yang berstatus ODP( Orang Dalam Pemantauan) dan PDP (Pasien Dalam Pengawasan). Dari sekian ratus pasien yang dinyatakan positif terjangkit. Beberapa diantaranya ada yang berhasil sembuh, namun lebih banyak diantaranya yang meninggal dunia.
Meningkatnya penderita virus pandemi ini dari hari ke hari, membuat pemerintah menerbitkan beberapa kebijakan demi mengatasi dan menanggulangi penyebaran virus yang konon berasal dari Wuhan, Tiongkok ini.

Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia adalah dengan mengeluarkan kebijakan social distancing (pembatasan sosial) dengan strategi belajar, bekerja dan beribadah di rumah. Semata, alternatif ini ditempuh untuk mengurangi resiko serta memutus rantai penyebaran dari virus mematikan tersebut, yang disinyalir dapat dengan cepat menyebar melalui interaksi sosial. Oleh karena itu, menjaga jarak, menghindari keramaian atau kerumunan, diharapkan bisa berjalan dengan efektif dan dilaksanakan penuh kesadaran oleh seluruh masyarakat.
Kita dihimbau untuk lebih banyak tinggal di rumah dan beraktivitas di rumah saja. Jika bepergian keluar rumah tidak untuk sesuatu yang penting dan mendesak, sebaiknya ditunda saja, sampai situasi dan kondisi kembali normal.
***
Sebelum memasuki bulan Ramadhan, 2 atau 1 bulan sebelumnya (Rajab dan atau Syaban) Masyarakat Bugis/Makassar, biasanya memilih bulan tersebut untuk melaksanakan sebuah hajatan/pesta pernikahan. Karena dianggap sebagai bulan yang baik untuk melangsungkan pernikahan/perkawinan.
Salah satu menu yang bisa kita jumpai dalam pesta-pesta perkawinan/pernikahan dalam Bugis/Makassar, khususnya yang berada di daerah pedalaman (desa) adalah konro. Konro merupakan salah satu makanan jenis sop yang diambil dari tulang daging hewan yang disembelih pada saat berlangsungnya pesta. Dengan kuah yang diberi campuran rempah-remapah yang khas.
Beberapa gelaran pesta perkawinan di kampung halaman saya tahun ini, sebelum masuknya bulan Ramadhan akan dihelat. Pada galibnya, seekor hewan akan disembelih.Sapi, kerbau atau kuda. Bahkan biasa pula ada yang menyembelih 2 di antara hewan-hewan tersebut. Sudah barang tentu menu sop konro akan tersaji pula.
Hanya saja setelah pemberlakuan social distancing oleh pemerintah yang disebabkan oleh mewabahnya virus corona, yang diikuti oleh lahirnya kebijakan Kapolri untuk tidak memberikan izin keramaian, pesta dan semacamnya kepada masyarakat. Keluarga yang akan melaksanakan hajatan pesta perkawinan, dilanda gundah gulana. Pasalnya, mereka tidak bisa melaksanakan resepsi pernikahan, anak, kemanakan, cucu, saudara dan atau sepupu mereka. Jika tetap melaksanakan pesta, maka "polisi akan membubarkan" setidaknya begitu yang saya baca, pada sebuah judul berita yang disebar, dibagikan di sebuah media sosial. Sanksi paling keras pun menanti, masuk bui selama beberapa bulan, dan denda sejumlah uang.
Kebijakan ini tentu saja menguntungkan di satu sisi. Dan merugikan di sisi yang lain. Pada saat yang sama pula menu sop konro tidak bisa kita dapatkan. Tetapi akan berganti dengan menu corona. Maksudnya, menu pembicaraan tentang corona akan ramai dibincangkan. Sedangkan menu konro akan sepi di meja hidangan.
Kebijakan untuk tidak menggelar pesta resepsi diterbitkan untuk meminimalisir berkembang biaknya virus corona. Karena ketidaktahuan kita akan keadaan kesehatan bagi tetamu yang bertandang saat pesta. Pun, hal ini untuk menghindarkan sikap syak wasangka (curigaisme) dari seseorang kepada orang lain. Dari tamu yang satu kepada tamu yang lain.
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan himbauan kepada masyarakat yang merasa dirinya punya riwayat kontak dengan seseorang yang bertatus ODP dan atau PDP dalam jangka waktu 14 hari terakhir. Agar segera memeriksakan dirinya ke puskesmas atau rumah sakit. Tetapi tidak semua orang dengan sadar mau melakukan hal tersebut. Padahal sikapnya yang tidak mau patuh, akan membinasakan dirinya dan orang lain yang ada di sekitarnya.
Jika pesta perkawinan tidak bisa dihindari untuk dilaksanakan, maka bisa dipilih untuk di gelar pada waktu yang lain, setelah kebijakan pembatasan sosial telah dicabut kembali oleh pemerintah, atau virus ini sudah berhasil dimatikan secara total. Sembari berdoa agar wabah pandemi ini segera berlalu.
Akad Nikah tetap bisa dilaksanakan dengan membatasi orang yang datang untuk menyaksikan momen sakral tersebut. Dengan tetap menjaga keamanan dan kenyamanan orang yang bertandang. Atau tuan rumah mengikuti prosedur protokol kesehatan bagi siapa saja yang datang ke pesta tersebut. Harus menyiapkan hand sanitizer, tempat cuci tangan beserta sabun, dan tempat duduk diberi jarak yang aman. Atau seluruh tamu undangan wajib menggunakan kostum APD (Alat Pengaman Diri) hazmat. Menghindari untuk bersalaman dengan tuan rumah, mempelai maupun dengan sesama tamu. Sementara isi amplop bisa ditransfer ke nomor rekening yang disediakan mempelai atau tuan rumah. Serta membatasi tetamu yang boleh memasuki gedung, rumah atau tenda pesta, 10-15 orang. Karena lebih dari itu, pasti akan menjadi dalih dan dalil yang kuat, bagi pihak yang berwajib untuk membubarkan acara tersebut.
Alternatif terakhir jika tetap ingin mengadakan pesta conro tanpa perlu cemas akan dibubarkan oleh pihak yang berwajib. Laksanakanlah pesta dengan prinsip demokrasi.Langsung, umum, bebas dan rahasia (Luber) yang lebih penting, azas rahasia inilah yang harus mendapat jaminan untuk tetap dijaga. Tetapi, menjaga keamanan dan kesehatan itu yang paling penting untuk dinomorsatukan saat ini.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar