“Oe,..masukki di sini”,
panggil daeng Toni, sambil melambaikan tangannya, saat melihat daeng Jarre yang
berdiri di ambang pintu rumahnya. Sambil mengisap sebatang rokok, daeng Jarre
berjalan santai, menghampiri daeng Toni yang duduk di kursi sofa sambil
menikmati secangkir kopi hitam.
“Dari manaki?” Tanya daeng
Toni. Daeng Jarre yang masih berdiri, hanya menunjuk-nunjuk.
“Daeng Ti’no, buatkan kopi
daeng Jarre”, seru daeng Toni kepada istrinya yang sedang menonton televisi.
Lalu terlibatlah percakapan
antara daeng Toni dan daeng Jarre. Daeng Toni tampak sesekali
menggeleng-gelengkan kepalanya sambil manggut-manggut dengan apa yang
dibicarakan. Tapi lama kelamaan daeng Toni mulai bingung dengan apa yang
dibicarakan oleh daeng Jarre, yang sedari tadi memakai bahasa isyarat.
“Tuliski daeng, tidak
kutaui apa nubilang”, ucap daeng Toni sambil menggerakkan tangannya, seperti
orang menulis.
Daeng Jarre meraih pulpen
dan buku yang tergeletak di atas meja. Kemudian dia menulis sesuatu, lalu
memperlihatkannya kepada daeng Toni.
Daeng Toni hanya tertawa,
melihat tulisan daeng Jarre. “apa ini nutulis?, tidak bisa kubaca”, ucapnya.
“daeng Ti’no siniki dulu, lihat! apa natulis ini daeng Jarre”. Panggil daeng
Toni, kepada istrinya. Daeng Ti’no tampak tersenyum, berjalan mendekati tempat
duduk daeng Toni. “hehehe…bagaimana bisa kita membaca tulisannya daeng Jarre,
ka kita (daeng Toni) yang tidak bisa membaca” ucap daeng Ti’no sambil tertawa,
yang diikuti daeng Toni. Daeng Jarre yang tampak bingung, juga ikut tertawa terpingkal-pingkal,
sambil menunjuk-nunjuk kepada daeng Toni.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar