Anda pernah menonton pertandingan
sepakbola kan? olahraga terpopuler di planet ini. Jika ya, maka anda pasti
tidak asing dengan istilah tendangan sudut, sepak pojok atau corner kick.
Saya tidak pernah tidak menonton pertandingan sepak bola -langsung maupun tidak
langsung-, lalu tidak ada tendangan sudutnya. Bahkan dari titik tendangan sudut
tersebut, sering lahir dan tercipta gol. Bahkan saya pernah melihat tendangan
pojok tersebut langsung menghasilkan sebuah gol. Artinya hasil tendangan
seorang pemain langsung menjebol gawang lawan tanpa disentuh oleh pemain yang
bergerombol di depan muka gawang lawan yang sedang diserang. Tapi kejadian itu
masih sangat jarang terjadi. Bisa dianggap hanyalah sebuah keberuntungan semata.
Namun keberuntungan itu tidak terjadi begitu saja. tetapi ia lahir berkat
teknik tingkat tinggi seorang pemain yang bertugas untuk mengeksekusi tendangan
tersebut. Bahkan dalam sebuah buku yang pernah saya baca (lupa judul buku
tersebut). Teknik yang baik itu dipadu dengan imajinasi tingkat tinggi seorang
pemain. Sehingga melahirkan sepakbola yang bercitarasa tinggi pula. Tendangan
sudut tidak pernah dianggap enteng dari kesebelasan yang mendapat serangan
demikian pula bagi kesebelasan yang menyerang. Hal ini terlihat saat kesempatan
itu lahir. Hampir semua pemain (baik kubu yang diserang maupun yang menyerang)
akan mencari tempat terbaik di depan gawang untuk menerima umpan rekan
setimnya, guna menceploskan bola ke dalam gawang, dan pihak yang diserang akan
menjaga gawangnya supaya tidak kebobolan. Bahkan saat-saat kritis(injury
time) jika keseblasannya tertinggal. Penjaga gawang penyerang biasanya juga
ikut naik membantu serangan. Dan menerima umpangan dari servis sepak pojok
tersebut.
Tidak berlebihan kiranya, jika kejadian dalam
sepak bola-khususnya tendangan sudut-diadopsi dan aplikasikan dalam menumbuhkan
dan mengembangkan minat baca masyarakat. Bukankah kita diperintahkan untuk
senantiasa membaca dari apa saja, dimana saja dan kapan saja (sekadar
pembenaran dan pembelaan J),.
Usaha menumbuhkan dan mengembangkan
minat baca masyarakat tidak hanya wajb dilakukan dan diusahakan oleh
pemerintah. Masyarakat pun berhak untuk turut serta dalam hal tersebut. Bukankah
stempel berbuat kebajikan tidak hanya dimiliki oleh pemerintah saja. tetapi
setiap individu/anggota masayarakat memiliki stempel untuk berbuat baik
(beramal shaleh) dan menyebarkan kebajikan. Bahkan akan sangat indah rasanya
jika pihak individu (anggota masyarakat) mampu berkolaborasi dengan pihak
pemerintah. Ataupun sebaliknya, pemerintah merangkul masayarakat yang punya
kepedulian dalam bidang tersebut.
Kesadaran
akan pentingnya menyebarluaskan dan mengkampanyekan budaya baca tulis ini,
membuat kami tergerak untuk melakukan usaha yang mengarah ke hal tersebut.
sehingga kami berfikir dan mencoba menghadirkan ruang baca sederhana yang
mengambil tempat di sudut rumah. Walaupun hanya menempati sudut rumah dan
berukuran tiga kali tiga meter. Tetapi kami yakin bahwa akan membawa efek yang luas
nan besar.
Sekecil
apapun sebuah usaha jika dilakukan secara maksimal dan kontinu, lambat laun
akan menampakkan sebuah hasil yang memuaskan walaupun kecil adanya. Seperti
halnya dengan peluang mencetak gol melalui sepak pojok, jika dilihat peluangnya
amat kecil. Tetapi dengan taktik dan strategi yang tepat maka akan menghasilkan
sebuah poin kemenangan. Kerjasama tim dan teknik individu jika dipadu akan memberikan hasil yang luar biasa.
Sepak pojok
kadangkala menjadi alternatif lahirnya sebuah gol. Bagi kami pun sudut baca
ini, bisa menjadi perpustakaan, tempat baca alternative. Tempat mendapatkan
literatur atau referensi-referensi yang berbeda dengan apa yang terdapat di
perpustakaan-perpustakaan sekolah. Bahkan tidak hanya mendapatkan bahan-bahan
bacaan, kami menginginkan agar sudut baca dapat dijadikan sebagai dapur
literasi masyarakat sekitar (membaca, menulis dan berdiskusi). Ataupun bisa
dijadikan sebagaai wadah berkegiatan masayarakat khususnya dalam pengembangan
budaya literasi.
Visi yang
kami usung adalah memasyarakatkan budaya membaca dan membudayakan masyarakat
dengan membaca. secara sederhana visi ini menginginkan agar seluruh lapisan
masyarakat, anak-anak, remaja, pemuda/pemudi sampai orang tua sekalipun, cinta
dan gandrung akan buku sekaligus cinta dengan membaca. dan kecintaan pada buku,
kecintaan pada membaca. maka masyarakat akan semakin berbudaya dan semakin
mampu membangun peradabannya.
Kami masih yakin bahwa masyarakat
yang gemar membaca, masayarakat yang dekat dengan bukulah yang mampu membangun
peradabannya. Demikian pula sebaliknya, bahwa masyarakat yang tidak mau
bersentuhan dengan dunia buku akan semakin jauh tertinggal dari
peradaban-peradaban yang semakin maju, semakin modern. Dalam kehidupan di dunia
ini kita hanya akan memiliki satu diantara dua pilihan yang ada. Ikut serta
dalam merekayasa peradaban atau kitalah yang jadi bahan rekayasa atau korban
peradaban. Merekayasa berarti kita memiliki andil (subjek) tetapi jika kita
yang jadi korban, berarti kita hanya menjadi objek penderita.
Sekali lagi kami ingin menekankan bahwa
kemelekan huruf masyarakat, menjadi indikator penting bagi kemajuan dan peradaban
sebuah masyarakat. Atau dengan kata lain, majunya sebuah masyarakat ditandai
oleh seberapa besar kecintaan warganya terhadap dunia literasi.
Mantap ust..
BalasHapus