Selasa, 10 Desember 2019

Pada Pidato Mas Menteri


Banyak yang terpukau dengan pidato mendikbud dikti, Nadiem Makarim, beberapa waktu yang lalu, saat menyambut Hari Guru Nasional. Kemudian pidato itu dibacakan serentak sebagai pidato seragam, di setiap sekolah oleh para pembina upacara.
Takjub sekaligus terkesima. Karena pidatonya cukup singkat, hanya 2 halaman. Versi cetaknya, dan lebih kurang 2 menit versi vidio. Tidak banyak dibumbui oleh ungkapan-ungkapan retoris, inspiratif nan puitis, ya, sekadar untuk memberikan pujian sesaat terhadap para guru. Setidaknya itulah yang saya tangkap dari ungkapan menteri termuda di jajaran kabinet presiden Jokowi jilid ke-2 ini.
Berikut saya nukilkan penggalan awal pidato menteri yang lebih senang dipanggil Mas Menteri:
"Biasanya tradisi hari guru dipenuhi kata-kata inspiratif dan retorik. Mohon maaf, tetapi pidato saya akan sedikit berbeda. Saya ingin berbicara apa adanya, dengan hati yang tulus, kepada semua guru di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke."
Tunggu dulu, Sebelum rasa takjub kita berlanjut, tentu kita perlu menelisik lebih dalam pidato tersebut. Apakah ungkapan-ungkapan yang dilontarkan oleh Mas Menteri dalam pidatonya, adalah ungkapan retoris an sich, yang sama dengan ungkapan para pendahulu Mas Menteri di kementerian yang sama. Meskipun kali ini berkedok pidato ringkas, bahasa yang lugas, langsung pada intinya. Ataukah ini merupakan hembusan angin segar, embun penyejuk bagi segenap guru, di seluruh pelosok negeri.
Lebih lanjut Mas Menteri menyatakan bahwa, "Perubahan tidak dapat dimulai dari atas. Semua berawal dan berakhir dari guru. Jangan menunggu aba-aba, jangan menunggu perintah. Ambillah langkah pertama."
Guru, di manapun dia berada, memakai label ASN atau honorer, perlu payung hukum yang seharusnya segera terbit dan bisa dijadikan pedoman bergerak untuk melakukan perubahan di tempat tugas masing-masing. Sebagai tindak lanjut dari hal yang sudah diungkapkan. Sebab tidak sedikit dari pemangku kepentingan di negeri ini yang masih status quo. Tidak akan bergeser paradigmanya, atau keputusan yang diambilnya tanpa sebuah landasan yang memiliki kekuatan hukum. Lalu, pidato Mas Menteri bisa dijadikan acuan dan memiliki kekuatan hukum?
Misalnya, hal paling sederhana, soal pembuatan RPP dengan menggunakan format manual, dicetak di kertas. Ataukah dalam bentuk digital, soft copy saja. Yang sederhana itu saja, masih sering dipersoalkan dan dibesar-besarkan, dan membuat seorang guru terhambat dalam mengajar, mengembangkan pembelajarannya, apatah lagi hal lain yang belum dipahami secara mendetail.
Persoalan lain yang tak kalah pentingnya dan mendesak untuk diselesaikan Nas Menteri sebagai bentuk penghormatan pada guru adalah, upah pada guru honorer, yang turut memberikan kontribusi pada pendidikan di Indonesia. Sekolah-sekolah yang tersebar di pelosok negeri, masih banyak menggunakan tenaga guru honorer, dan mendapatkan upah yang tak sebanding dengan pengabdian mereka.
Oleh karena itu, perlunya kesepahaman dan kerjasama seluruh pihak, pemerintah yang menerbitkan kebijakan, pengawas yang terjun langsung ke sekolah-sekolah, juga para guru yang mengajar di kelas. Jika Mas Menteri menginginkan akselerasi, maka kita semua harus beradaptasi, menyesuaikan diri dengan cepat pula. Agar yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan pendidikan, bukan sekadar pidato pelipur lara yang diulang setiap tahun.
Eranya Mas Menteri era digital, yang memungkinkan semua proses berlaku serba cepat pula. Meski yang diharapkan mengalami perubahan cepat itu harus dari bawah. Tetapi mindset sebagian dari kita, sudah dikonstruk untuk berbuat jika sudah ada instruksi dari atasan. Harus ada dulu undang-undangnya, peraturan menteri dan sebagainya. Jika tanpa itu kadang orang enggan untuk mengambil inisiatif. Status quo masih sangat kuat, sehingga respon terhadap rencana pe5rubahan masih sering emosional, tanpa tahu dasarnya.
Jika pidato Mas Menteri tidak segera ditindaklanjuti dan diturunkan dalam sebuah aturan yang mengikat. Maka, pidato Mas Menteri hanya akan menjadi dokumen, penambah tumpukan arsip di rak atau lemari. Pelengkap penderita dari benang kusut pendidikan Indonesia, saat ini. Akankah kapal besar Indonesia bisa bergerak?

1 komentar :